Indonesian Ocean Justice Ungkap Permasalahan ABK di Kapal Asing

Indonesian Ocean Justice Initiative (IOJI) menjelaskan permasalahan yang ditemukan pada tata kelola penempatan dan perlindungan anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal asing.
Permasalahan itu terbongkar setelah kasus perbudakan sejumlah ABK di Kapal Long Xing 629 terjadi.
“Satu, ada kewenangan yang tumpang tindih dan saling bersilangan, di mana itu menyebabkan ketidakjelasan pemegang peran utama untuk pengendalian penempatan ABK Indonesia, serta pelaksanan pemantauan dan pengawasan,” demikian kutipan dalam siaran pers IOJI yang diterima Tempo pada Ahad, 17 Mei 2020.
Masalah kedua, kata dia, tidak adanya database terpadu sebagai sumber daya terpercaya sebagai dasar pengawasan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak dasar ABK, dan mempercepat penanganan apabila terjadi pelanggaran.
IOJI juga melihat tidak maksimalnya fungsi kontrol dan pengawasan berjalan.
Alhasil, semua itu mendorong terjadinya pelanggaran hak-hak ABK oleh pemberi kerja.
“Belum ada pengaturan di Indonesia yang komprehensif untuk melindungi ABK Indonesia bekerja di kapal asing. Hal itu lantaran belum terbitnya Peraturan Pemerintah yang dimandatkan oleh Pasal 64 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.”
Permasalahan selanjutnya adalah belum optimalnya sinergi dalam penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia ABK Indonesia di kapal ikan asing.
Serta, para ABK itu belum cukup dibekali pengetahuan, wawasan dan kemampuan (skill) sebelum berangkat.
Menanggapi sejumlah permasalahan ABK, IOJI pun menyebut ada enam terobosan yang perlu dilakukan pemerintah agar kasus tak terulang.
Pertama,  menguatkan political will (kemauan politik) pemerintah dengan kepemimpinan yang kuat untuk membenahi governance dan memperkuat
penegakan hukum dalam melindungi ABK Indonesia di kapal asing.
“Komitmen kuat tersebut dapat dituangkan dalam bentuk Surat Pernyataan Bersama para menteri  terkait atau pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pembenahan dan Perlindungan ABK Indonesia di kapal asing oleh Presiden Joko Widodo,  dipimpin oleh menteri koordinator dan bertugas mengawasi pelaksanaan pembenahan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK Indonesia di kapal ikan asing,” ujarnya.
Selain itu, melakukan pembenahan integrated database Pekerja Migran Indonesia, khususnya ABK yang bekerja di kapal ikan asing oleh BP2MI sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas penempatan pekerja migran.
Database tersebut dapat dimanfaatkan kementerian terkait untuk koordinasi dalam pengawasan sejak sebelum pemberangkatan, saat bekerja, hingga pemulangan.
Lalu, prosedur penempatan yang menjamin perlindungan ABK, antara lain proses penempatan yang murah, mudah, cepat, aman, transparan, dan satu pintu di bawah BP2MI dengan Kementerian Ketenagakerjaan sebagai regulator dan pemberi izin keagenan.
Kemudian, harus ada penguatan perlindungan hukum ABK dengan melakukan percepatan penerbitan PP dan Peraturan Menteri sebagai peraturan turunan yang dimandatkan oleh UU Nomor 18 Tahun 2017, dan percepatan peratifikasian instrumen hukum internasional (ILO C188) oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
“Peningkatan kompetensi melalui pembekalan yang cukup kepada para ABK sebelum diberangkatkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perhubungan, serta memastikan informasi yang diberikan kepada calon ABK terkait pekerjaannya secara lengkap dan akurat.”
Terakhir, mengoptimalkan kerja sama dalam penegakan hukum baik antar instansi di dalam negeri maupun melalui kerjasama internasional.
Sumber: tempo.co

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel